APAKAH ada yang asing dengan pendidikan formal? Nampaknya tidak, bahkan rata-rata orang tua saat ini pernah mengenyam sekian tahun pendidikan formal di bangku sekolah. Mereka melewati sejumlah fase pendidikan formal mulai dari masa kecilnya, remaja, bahkan saat dewasa.
Dengan menempuh pendidikan formal, seseorang akan memiliki tambahan keterampilan, ilmu, dan wawasan yang berguna bagi kehidupannya. Hal tersebut disadari betul oleh orang tua saat ini. Oleh karena itu, para orang tua akan mengusahakan agar anaknya dapat mengenyam pendidikan formal.
Permasalahannya, saat ini sebagian orang tua yang setelah menempatkan anaknya di pendidikan formal menganggap perannya sendiri menjadi purna. Tidak jarang kita temui, seakan semua tugas pendidikan anak sudah terlimpahkan kepada guru di sekolah. Orang tua tinggal ambil bagian pada pembiayaan dan antar-jemput.
Menyikapi fenomena tersebut, hal yang perlu disadari orang tua adalah bahwa sesungguhnya orang tua juga memiliki tanggung jawab pendidikan secara langsung. Kehadiran sekolah formal tidak lantas menggugurkan keberadaan orang tua dalam pendidikan anak. Lalu, bagaimana caranya? Hal yang cukup mudah dilakukan adalah mendampingi anak belajar di rumah dan meneladankan diri untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang didapat di sekolah dalam kehidupan sehari-harinya.
Jadi orang tua juga harus belajar? Lalu, apa yang dipelajari? Apakah pelajarannya harus sama dengan yang dipelajari anak di sekolah? Bagaimana jika orang tua memiliki keterbatasan? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu adalah sebuah fakta yang banyak dijumpai. Mari kita lihat apa yang bisa orang tua lakukan untuk lebih maksimal mendampingi pendidikan formal anak. Sebagai penegasan, jenjang pendidikan formal yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT).
Orang tua dapat melakukan langkah awal dengan mengiringi anak mulai dari usia dini ketika masuk di sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Memang harus atau wajib bersekolah di PAUD? Tentu saja tidak, kembali lagi kepada orang tua, apakah dapat memberikan pendidikan anak sejak usia dini secara maksimal atau tidak? Jawabnya tentu relatif, tinggal bagaimana orang tua menakar kemampuannya.
Dalam pendidikan usia dini, orang tua sangat berperan dalam membentuk akhlak dan karakter anak. Sejatinya orang tua menempatkan diri sebagai role model. Langkah sederhana yang dapat dilakukan di antaranya membiasakan anak mengikuti orang tua beribadah, berbicara dengan anak dengan bahasa yang santun, merangsang kepekaan empati anak atas lingkungan sekitar, dan melatih keterampilan dengan mengajak anak dalam aktivitas di rumah. Dengan demikian, harapannya ketika di sekolah anak lebih berkembang, mudah untuk diajak belajar dan bekerjasama, serta mampu berinteraksi dengan teman.
Selanjutnya sekolah TK yang biasanya ditempuh dalam tempo dua tahun pelajaran. Pada tahap ini, orang tua perlu lebih dalam melakukan pendampingan karena anak mulai bertanya tentang banyak hal di sekitarnya, banyak mencoba hal baru, serta suka melakukan hal-hal yang menurutnya menyenangkan. Maka, orang tua perlu semakin cepat dalam mengakses perkembangan anak ketika di sekolah. Bangun komunikasi yang baik dengan guru kelas. Akhlak dan perilaku yang baik yang telah dibangun saat usia dini harus tetap dijaga.
Setelah pendidikan TK, anak masuk fase pendidikan wajib dua belas tahun (SD dan SMP) serta SMA. Ini tandanya anak akan mengalami masa belajar yang lebih serius. Kurikulum dan sejumlah kriteria pendidikan telah diatur oleh negara melalui perangkatnya. Kita patut bersyukur karena semakin pesat pengetahuan berkembang, tandanya anak kita akan semakin banyak memiliki kebaikan dari dampak ini. Tentu saja jika kita mampu mendampingi anak secara tepat. Pada tahap-tahapan ini anak membutuhkan dukungan materi dan motivasi dalam belajar, mengembangkat bakat, serta pengetahuannya.
Lalu bagaimana dengan keterbatasan yang dimiliki orang tua? Tentang dukungan materi, pemerintah telah melaksanakan program BOS (Bantual Operasional Sekolah) untuk setiap anak yang bersekolah dari jenjang SD hingga SMA. Selain itu, ada pula program beasiswa untuk anak tidak mampu, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah atau berbagai lembaga yang peduli dengan pendidikan. Dengan adanya program-program tersebut, orang tua yang menyekolahkan anak baik di sekolah negeri maupun swasta menjadi terbantu.
Di rumah, hal yang dapat lakukan orang tua adalah memberikan kenyamanan dan kehangatan. Jika di rumah saja anak menjadi tidak betah, lalu bagaiman orang tua akan mendampingi anak? Di rumah orang tua sebagai penguat, tempat berbagi dan menjadi inspirasi anak. Oleh karena itu, orang tua disarankan belajar menjaga akhlak, budi pekerti yang luhur, sebagai panutan anak.
Selain itu, orang tua memiliki kewajiban mendampingi anak ketika belajar di rumah. Seandainya orang tua tidak dapat memberikan pengetahuan lebih, sementara anak mengalami kesulitan belajar, maka orang tua bisa menyarankan dan memfasilitasi anak belajar kelompok bersama temanya di rumah. Ada pula orang tua yang memasukkan anaknya ke bimbingan belajar. Semua perlu disesuaikan dengan kemampuan dan dikomunikasikan dengan anak.
Ketika anak beranjak dewasa, saat mereka duduk di bangku perguruan tinggi, kehadiran orang tua tetap sangat diperlukan, termasuk dalam perkembangan akhlak dan budi pekerti. Kebebasan informasi membuat anak rentan terpengaruh berbagai kegiatan yang sifatnya kontraproduktif. Pada tahap ini, biaya yang dibutuhkan juga jauh lebih besar sehingga persiapan sesungguhnya perlu dilakukan jauh sebelumnya.
“Jer basuki mowo beo”, pendidikan membutuhkan biaya untuk bersekolah formal yang baik dan tinggi. Maka, orang tua patut berikhtiar. Pendidikan anak perlu diperioritaskan agar tidak ada anak putus sekolah karena biaya atau karena harus bekerja membantu orang tua bekerja.
Meletakkan kepercayaan kepada pihak sekolah sangat penting. Kendati demikian, sekolah dan orang tua tetap harus berbagi peran secara proporsional. Jika di sekolah anak dibentuk oleh guru, di rumah dan lingkungan juga harus diseimbangkan. Sinergi antara sekolah dengan orang tualah yang menjadi modal pokok bagi pendidikan anak sehingga anak dapat maju sebagai anak bangsa yang tangguh, cerdas, dan berakhlak mulia. (*)
Titin Subekti
SDIT Ar Raihan, Bantul
Tulisan ini dimuat pertama kali di hari Bernas edisi 2 Maret 2017 rubrik “Wacana”
.